Sekedar Niat ke Pantai Klayar


20150313

‘latepost’ itu istilah kerennya, kalau istilah lokalnya ya ‘telat posting’. Hehehee.

Kalau yang namanya Klayar, itu sebetulnya dekat saja dari Jogja. Lha wong itu Cuma dusun di sebelah selatan kompleks AAU di Berbah sana. Hehehee. Tapi kalau Pantai Klayar ya memang jauh, nun jauh di Pacitan sana. Sebenarnya cerita soal jalan-jalan ke Pantai Klayar sudah ada, dan bisa di-klik disini.

Before The Leaving
Pagi hari sebelum berangkat.

Dibilang ‘sekedar niat’, yaa, mungkin jauh lebih dari itu. Karena kenyataannya saat itu sudah sampai sekitar 17 km sebelum sampai ke Klayar. Namun apa mau dikata. Hari saat itu sudah beranjak gelap. Jadi, apa asyiknya jalan gelap-gelapan?

Oktober 2013, kalau tidak salah, saya berdua bareng Mas Andi memang pengen jalan-jalan ke Klayar. Kalau dihitung-hitung via GoogleMaps, jarak 100 km itu mungkin dicapai dalam satu hari. Namun yang di luar perhitungan adalah medan yang seperti roller coaster alias naik turun, ditambah lagi dengan hawa yang panas.

Heading to Bedoyo
Jalanan dari Gunungkidul hingga Pacitan yang naik-turun.

Singkat cerita, kami berdua baru sampai di perempatan Giribelah (Wonogiri, 8 km sebelah timur Pracimantoro) sekitar setelah asar, dan dilanjutkan dengan makan siang (padahal jam segitu sudah sore). Sambil makan, sambil ngobrol dengan bapak empunya warung, yang bilang bahwa lewat jalur utama ke Pacitan, perempatan itu lurus ke timur, jalanan jelek cuma tujuh kilometer, lalu perbatasan Jawa Tengah – Jawa Timur, dan aspal setelah perbatasan itu halus mulus.

Dan memang benar bapak empunya warung berkata demikian. Jalanan jelek cuma tujuh kilo, tapi sepanjang jalan itu kebanyakan adalah tanjakan. Ya, tanjakan yang alhamdulilahnya membikin kami banyak istirahat dan mendorong sepeda. Tepat waktu magrib dan hari mulai gelap, kami sampai di gerbang perbatasan. Aspal sudah halus, jadi lebih enak untuk sepeda digenjot lagi.

Karena sudah mulai malam itu, kami akhirnya memutuskan untuk mencari tempat menginap saja. Terserah, di mana saja boleh dan bisa, dan kami pun berinisiatif untuk bertanya ke warung kelontong terdekat, di mana masjid terdekat, atau tempat yang bisa digunakan untuk menginap.

Entah ibu siapa itu namanya, tapi kata beliau, masjid yang agak besar yang paling dekat adanya sekitar 5-7 km dari tempat kami saat itu, kalau tidak salah Dusun Krajan namanya. Tapi ternyata beliau juga punya saran lain. Beliau kemudian menelepon Pak Kasun. Siapakah itu Pak Kasun? Ternyata ‘Pak Kasun’ adalah sebutan di sana untuk kepala dusun. Kalau di Jogja biasanya sih disebut ‘Pak Dukuh’. Dari petunjuk arah yang beliau berikan, akhirnya kami sampai juga di rumah Pak Kasun.

Kami sampai di rumahnya belum ada jam 8 malam. Beliau Pak Kasun ternyata sedang berada di luar, mungkin sedang di tempat tetangganya, hingga kemudian salah satu putrinya menjemputnya pulang. Tanpa basa-basi kami pun menyampaikan keperluan kami, yaitu mau menginap untuk semalam ini saja. Dan percakapan pun berlanjut…

Rumah beliau adalah rumah tipikal yang mungkin bisa ditemui dengan mudah di desa-desa. Dengan ruang tamu yang luas (hanya salah satu sudut ruang saja yang terdapat perangkat meja & kursi tamu), antar ruang hanya dibatasi sekat dari kayu yang bisa dilepas-pasang, jendela yang bukan berwujud jendela kaca… Ya seperti itulah mungkin gambarannya.

Inside The Livingroom
Sepeda yang diparkir di dalam ruang tamu.

Setelah gantian mandi, acara obrolan malam itu pun berlanjut. Tak berapa lama, Bu Kasun membawakan makan malam saat itu. Entah sebelumnya keluarga Pak Kasun sudah makan malam atau belum, tapi saat itu Pak Kasun juga ikut makan, juga salah satu putrinya. Makan malam yang sederhana, tapi sungguh bermakna. Karena tidak setiap hari kita bisa merasakan kemurahan hati dan sikap yang ditunjukkan oleh sesama manusia, apalagi itu baru saja ketemu dan kenal. Obrolan malam itu juga lebih lancar dan ‘ke mana-mana’ karena ternyata saat itu ada siaran pertandingan sepakbola Indonesia U19, entah lawan mana, dan ternyata Pak Kasun pun suka.

Dinner
Makan malam.

Obrolan yang ke sana kemari akhirnya rampung juga karena siaran bola yang juga sudah habis dan memang sudah malam. Pesan Pak Kasun yang agak ‘berat’ saat itu adalah kami berdua belum boleh pamitan besok pagi sebelum selesai mandi dan sarapan….

Ya ya ya yaa…..

Pagi harinya, kami menuruti pesan Pak Kasun. Angan-angan awal yang ingin sesegera mungkin meneruskan perjalanan ke Pantai Klayar akhirnya gagal terwujud karena kami baru keluar dan berpamitan dengan Pak Kasun saat jam 08.30. Dan, pada akhirnya, kami pun memutuskan untuk kembali ke Jogja saja (tanpa meneruskan ke Klayar), karena memang keesokan harinya ada hal yang harus dikerjakan.

Memang, saat itu tujuan yang diidam-idamkan belum bisa kesampaian. Tapi Gusti memberi rumah, saudara baru dan kesempatan menikmati hidup di tempat yang nun jauh di sana…..

Dan ada dua buah foto lagi, yang diambil saat perjalanan pulang ke Jogja.

Road Sign
Tanda penunjuk arah di persimpangan Ngadirojo, 10 km sebelh timur Wonogiri kota.

Bakmi Jawa Stall
Mampir makan malam sebelum sampai Jogja.

6 thoughts on “Sekedar Niat ke Pantai Klayar

  1. Pingback: Bike Njagong Ponjong | Denmas Brindhil - Situsé

Leave a comment